NEXT GENERATION
CATALOG
Perspektif Pengguna[1]
Oleh: Wahyani[2]
A.
Pendahuluan
Perpustakaan
merupakan suatu lembaga pelayanan informasi yang kegiatannya antara lain
berkaitan dengan pengadaan, pengolahan, penyimpanan, dan pelayanan
sumber-sumber informasi. Tujuan dari semua kegiatan ini adalah dalam rangka
memenuhi kebutuhan para pengguna akan
sumber-sumber informasi yang dibutuhkan. Dengan kata lain, salah satu fungsi
perpustakaan sebagai suatu lembaga pelayanan informasi adalah bertindak sebagai
penghubung atau interface antara dua
dunia, yaitu masyarakat sebagai kelompok pengguna perpustakaan, dan dunia
sumber – sumber informasi , baik dalam
bentuk tercetak maupun dalam bentuk lain. Hal ini mengandung pengertian bahwa
setiap bahan pustaka atau informasi yang dibutuhkan oleh pengguna
sedapat-dapatnya disediakan oleh perpustakaan. Di samping itu, perpustakaan
harus dapat mengarahkan pengguna ke bahan pustaka atau data yang dibutuhkan
dalam rangka pemecahan masalah, pengambilan keputusan, atau kelancaran studi.[3]
Perpustakaan
seharusnya mampu menjamin bahwa setiap koleksi atau data apapun harus mudah
diakses oleh masyarakat yang memerlukannya. Implikasinya ialah bahwa setiap
sumber informasi berupa bahan pustaka harus tersedia meskipun tidak semuanya
“ada” di perpustakaan bersangkutan. Hal ini mengingat bahwa tidak ada satu
perpustakaan pun yang mampu memiliki seluruh jenis koleksi yang ada.
Seiring dengan
semakin berharganya nilai sebuah informasi dan semakin banyaknya sumber-sumber
informasi, maka semakin meningkat pula kebutuhan manusia untuk dapat menemukan
informasi yang sesuai dengan keperluannya dengan cepat dan tepat. Oleh karena
itu, sangat diperlukan suatu usaha untuk mengorganisasikan informasi tersebut
dalam suatu sistem yang terkendali.
Organisasi
informasi merupakan inti dari kegiatan teknis perpustakaan. Kegiatan organisasi
ini biasanya mencakup klasifikasi dan juga deskripsi dari suatu dokumen atau
entitas lainnya, sedangkan inti dari proses organisasi informasi adalah
penerjemahan informasi kedalam suatu istilah-istilah yang dapat mewakili
entitas, dan kegiatan-kegiatan ini disebut kegiatan katalogisasi. Katalog
perpustakaan --sebagai hasil proses katalogisasi-- merupakan suatu rekaman atau
daftar bahan pustaka yang dimiliki oleh suatu perpustakaan atau beberapa
perpustakaan yang disusun menurut aturan dan sistem tertentu. Tujuan dari semua
kegiatan katalogisasi adalah dalam rangka proses temu kembali informasi. Hal
ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Charles
Ami Cutter dalam Rules for a Dictionary
Catalog bahwa tujuan katalog perpustakaan adalah sebagai berikut:
a. Memungkinkan
seseorang menemukan sebuah buku yang diketahui pengarangnya, judulnya atau
subyeknya.
b. Menunjukkan
buku yang dimiliki perpustakaan dari pengarang tertentu, berdasarkan subyek
tertentu, atau dalam jenis literature tertentu.
c. Membantu
dalam pemilihan buku berdasarkan edisinya atau berdasarkan karakternya.[4]
d. Berfungsi
sebagai sarana yang sangat diperlukan oleh staf perpustakaan di bagian
pengadaan, pengatalogan, kontrol inventarisasi dan pekerjaan-pekerjaan
referensi.[5]
Sebagai
sarana dalam proses temu kembali informasi, katalog ini selalu mengalami
perubahan, mulai dari yang berbentuk kartu, berkas (sheaf catalog), katalog buku/cetak, katalog COM (Computer Output Microform), katalog OPAC
(Online Public Access Catalog),
maupun katalog CD-ROM (Compact Disk Read
Only Memory).[6]
Berbagai bentuk katalog ini tentu akan berpengaruh pada tampilan dan kemudahan
penggunaannya. Katalog kartu misalnya, --walaupun pada kondisi tertentu masih user friendly—sebenarnya untuk saat ini
sudah sangat tidak mendukung untuk proses temu kembali informasi. Ini lebih
disebabkan bentuknya yang masih kartu, menyebabkan terbatasnya informasi yang
dikandungnya sehingga hanya bisa diakses melalui sedikit pendekatan dan
penggunaanya yang tidak bisa berbarengan. Adapun katalog terautomasi membawa
perubahan yang fundamental sebab katalog ini memungkinkan proses temu kembali
dari berbagai titik temu/pendekatan, dan memungkinkan mengkombinasikan
penelusuran melalui operasi Boolean
(and, or, dan not).[7]
Katalog terautomasi lebih memungkinkan pengguna menggunakannya secara lebih
mudah. Perkembangan bentuk katalog ini juga sejalan dengan perkembangan bahan
pustaka, yang tadinya hanya bahan pustaka berupa buku/bahan tercetak, kini
berbagai bahan pustaka/sumber informasi tersedia dalam berbagai bentuk baik
tercetak maupun elektronik.
Pengguna perpustakaan kini semakin familiar dengan
pemanfaatan internet untuk melakukan pencarian informasi, dan secara perlahan peranan
dan fungsi perpustakaan sebagai penyedia informasi berkompetisi dengan
internet. Akan tetapi melimpahnya sumber informasi di internet tidak serta
merta menjamin proses temu kembali informasi yang dicari dan dibutuhkan
pengguna dapat berjalan efisien dan efektif.. Di sinilah peranan pustakawan
sebagai kataloger harus mampu
mendeskripsikan struktur bibliografi dokumen elektronik yang ada, untuk diatur dan disimpan sehingga dokumen itu
tersedia bagi generasi mendatang.
Kebutuhan pengguna jasa perpustakaan pada era ledakan
informasi ini menuntut pada kecepatan (speed)
, ketepatan (accuracy), dan
keterkinian (current) dalam
memperoleh data yang mereka inginkan[8]. Dalam
pencarian informasi, pengguna mungkin tidak saja hanya menelusur pangkalan data
dari satu perpustakaan, namun juga pangkalan data dari perpustakaan lain. Di
samping itu pengguna tidak perlu repot-repot untuk selalu datang ke
perpustakaan jika ingin menelusur pangkalan data, namun pangkalan data yang
disajikan memungkinkan pengguna mengakses dari dan kapanpun. Adapun kebutuhan akan sistem temu kembali informasi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
1.
Perubahan sumber informasi (change in information resources)
2.
Perubahan cakupan dan
teknologi katalog (change in catalog
technology and scope)
3.
Perubahan lingkungan
informasi (change in the information environment)
4.
Perubahan pengguna,
aktifitas pengguna dan koleksi perpustakaan (change in users, user activities and library)[9]
Tulisan ini hendak sedikit menganalisa
tentang bentuk katalog masa depan, terutama membahas katalog menurut perspektif
pengguna. Perspektif pengguna di sini penulis batasi dalam konteks katalog yang
user friendly. Tulisan ini berangkat
dari pertanyaan, katalog yang seperti apa/yang bagaimana yang user-friendly?
Tulisan ini menggunakan pendekatan/metode
deduktif. Pola berpikir yang deduktif adalah pola berfikir yang berangkat dari
pengetahuan yang sifatnya umum dan bertitik dari pengetahuan umum itu kita
hendak menilai suatu kejadian yang khusus,[10]
dengan demikian akan kita peroleh pemahaman yang baik pada subyek yang penulis
teliti. Di Namun karena penulis juga seorang pustakawan, maka penulis juga akan
sedikit memasukkan teori tentang pengatalogan agar konsep tentang pengatalogan
bias dipahami.
B.
Pengertian Katalog dan Proses Temu Kembali Informasi
Jean
Key Gates mendefinisikan catalog perpustakaan sebagai berikut:
“A Library catalog, the, is a systematic listing of the books and materials
in a library with descriptive information about each one: author, title,
edition, publisher, date, physical appearance, subject matter, special
features, and location”[11]
Katalog
Perpustakaan adalah daftar buku-buku dan bahan perpustakaan yang disusun secara
sistematis dengan mendeskripsikan informasi tentang pengarang, judul, edisi,
penerbit, tahun, bentuk fisik, isi subyek, ciri-ciri khusus dan lokasi.
Adapun
pengertian katalog perpustakaan menurut Mary L. Kao adalah:
“A list or a record of all the mate rials in
a library. May also include materials from other cooperating libraries that
belong to the same network or consortium.”[12]
Katalog
adalah daftar atau cantuman dari semua bahan di perpustakaan, termasuk
bahan-bahan dari perpustakaan lain yang
masuk jaringan kerjasama atau konsorsium, yang terhubung secara elektronik[13].
Adapun pengatalogan adalah proses mengorganisir bahan perpustakaan dan membuat
bahan-bahan perpustakaan bisa diakses oleh pemustaka.[14]
Kegiatan dari pengatalogan meliputi: pengatalogan deskriptif, tajuk subyek dan
klasifikasi.
Pembuatan
katalog perpustakaan sebagaimana dijelaskan oleh Charles Ami Cutter dalam Rules for a Dictionary Catalog
mempunyai tujuan untuk:
a.
Memungkinkan seseorang menemukan sebuah
buku yang diketahui pengarangnya, judulnya atau subyeknya.
b.
Menunjukkan buku yang dimiliki perpustakaan
dari pengarang tertentu, berdasarkan subyek tertentu, atau dalam jenis
literature tertentu.
c.
Membantu dalam pemilihan buku
berdasarkan edisinya atau berdasarkan karakternya.[15]
d.
Berfungsi sebagai sarana yang sangat
diperlukan oleh staf perpustakaan di bagian pengadaan, pengatalogan, kontrol
inventarisasi dan pekerjaan-pekerjaan referensi.[16]
Konsep
tentang fungsi katalog tersebut sampai saat ini masih relevan sebagai landasan filosofis dalam konteks temu
kembali informasi karena memungkinkan pencari informasi untuk menelusur
informasi yang dicarinya melalui beberapa pendekatan, baik pendekatan nama
penulis, judul maupun subyek. Ketiga pendekatan ini sesuai untuk katalog dalam
bentuk kartu. Akan tetapi dengan perkembangan bentuk atau format katalog sekarang
ini, seperti katalog online (OPAC/Online
Public Access Catalog), memungkinkan penyediaan access point yang lebih bervariasi, misalnya melalui key word/kata kunci, tahun terbit, nama
penerbit, bahasa, nomor klasifikasi dan jenis koleksi. Walaupun katalog OPAC
menawarkan berbagai titik temu namun tidak menghilangkan esensi dari fungsi katalog
sebagaimana yang dijelaskan oleh Charles Ami Cutter di atas.
Menurut
Belkin (1985), titik perhatian atau fokus dalam kajian tentang temu kembali
informasi ada lima[17],
yaitu:
1. Perpindahan
informasi dalam system komunikasi,
2. Pemikiran
tentang informasi yang diinginkan,
3. Efektivitas
system dan perpindahan informasi,
4. Hubungan
antara informasi dengan penciptanya,
5. Hubungan
antara informasi dengan pemakai.
Tujuannya adalah
untuk mempelajari proses temu kembali, membentuk, membangun dan mengevaluasi
system temu kembali yang dapat memberikan informasi yang diinginkan secara
efektif antara pengarang dan pemakai. Dalam tulisan ini yang akan menjadi sorotan adalah point nomor
5, yaitu tentang hubungan antara informasi dengan pemakai
C.
Bentuk
Katalog
Sebagai
sarana dalam proses temu kembali informasi, katalog ini selalu mengalami
perubahan, mulai dari yang berbentuk kartu, berkas (sheaf catalog), katalog buku/cetak, katalog COM (Computer Output Microform), katalog OPAC
(Online Public Access Catalog),
maupun katalog CD-ROM (Compact Disk Read
Only Memory). Berbagai bentuk katalog ini tentu akan berpengaruh pada
tampilan dan kemudahan penggunaannya. Ada beberapa unsur/faktor yang mempengaruhi kebutuhan sistem temu kembali informasi
yaitu[18]:
a. Perubahan
sumber informasi (change in information
resources)
b. Perubahan
cakupan dan teknologi katalog (change in
catalog technology and scope)
c. Perubahan
lingkungan informasi (change in the information
environment)
d. Perubahan pengguna, aktifitas pengguna dan koleksi perpustakaan
(change in users, user activities and library)
a.
Perubahan Sumber
Informasi
Media sumber informasi berkembang begitu pesat apalagi setelah
ditemukannya kertas dan mesin cetak. Sebelum ditemukannya mesin cetak, media
informasi masih berupa daun lontar, papyrus, kulit binatang maupun kulit pohon.
Dengan ditemukannya kertas dan mesin cetak, membludaklah penerbitan-penerbitan
berbahan kertas baik berupa buku, koran maupun majalah tercetak.
Sejak ditemukannya komputer dan kemudian internet, media atau sumber
informasi ini mengalami perubahan yang sangat signifikan. Sumber informasi
bukan saja berbentuk tercetak namun sudah berbentuk elektronik. Kehadiran bahan
pustaka elektronik menunjukkan prospek perubahan yang radikal dalam sarana
(alat) pelayanan perpustakaan. Bahan pustaka elektronik sangat berbeda
bentuknya dengan media tradisional. Berbeda dengan bahan kertas, bahan pustaka
elektronik memungkinkan ketersediaannya untuk dapat dipakai (diakses) dari
jarak jauh, dipakai oleh lebih dari satu orang pada waktu yang bersamaan, dan
dipakai untuk lebih dari satu kepentingan.[19]
b. Perubahan
cakupan dan teknologi katalog (change in
catalog technology and scope)
Berbicara tentang perubahan cakupan dan teknologi katalog tentu tidak
lepas dari membicarakan jenis-jenis katalog. Ada beberapa jenis katalog, yaitu;
katalog kartu, berkas (sheaf catalog),
katalog buku/cetak, katalog COM (Computer
Output Microform), katalog OPAC (Online
Public Access Catalog). Apapun bentuknya, katalog tersebut sangat berperan
dalam proses temu kembali informasi. Perkembangan dari bentuk katalog kartu ke katalog online tentu ada perubahan dari segi cakupannya. Katalog dalam
bentuk kartu, deskripsi bibliografi yang ditampilkan serta access point-nya masih sederhana, sedang katalog OPAC walaupun
secara prinsip deskripsi bibliografi yang dibuat masih sama, namun katalog OPAC
memungkinkan access point yang lebih
luas, dan juga memungkinkan penggabungan seach
engine dengan operasi Boolean logic.
c. Perubahan
lingkungan informasi (change in the
information environment)
Dahulu, pengguna perpustakaan, ketika mencari sumber-sumber
informasi mungkin hanya terfokus pada satu perpustakaan saja, karena menganggap
satu perpustakaan pun sudah dirasa cukup untuk mencari informasi. Berbeda
dengan saat ini, baik perpustakaan maupun pengguna/pemustaka tidak merasa cukup
dengan mengandalkan hanya dari satu perpustakaan saja karena beragamnya
kebutuhan informasi penggunanya. Mulailah muncul kerjasama antar perpustakaan.
Sekarang jangkauan pencarian informasi bukan lagi terbatas pada koleksi dari perpustakaan yang
sewilayah, namun jangkauannya sudah sangat global dengan hadirnya internet. Selain itu, kerjasama pertukaran data dapat
mengurangi waktu dan biaya untuk mencari bahan pustaka di perpustakaan yang
tersebar secara geografis. Kerjasama pertukaran data atau pembentukan Union Catalog (katalog bersama) dapat
merintis inter library loan yang pada
akhirnya dapat meningkatkan penetrasi dan kualitas ilmu pengetahuan dan budaya
di masyarakat. Perubahan lingkungan
informasi ini tentunya berdampak pada pembuatan katalog untuk temu kembali
informasi, bukan saja katalog OPAC yang
bersifat intranet, namun berkembang menjadi bentuk katalog yang berbasis web (internet) sehingga memungkinkan tersedianya
link-link ke database lain.
d.
Perubahan pengguna,
aktifitas pengguna dan koleksi perpustakaan (change in users, user activities and library)
Pengguna perpustakaan dari masa ke masa terus mengalami peningkatan dan
perubahan. Kebutuhan pengguna akan sumber informasi mengalami peningkatan, dari
sumber yang tercetak, multimedia maupun internet. Kebutuhan pengguna akan
sumber informasi ini tentunya dibarengi dengan harapan dari pengguna terhadap
perpustakaan. Perpustakaan diharapkan mampu menjembatani (intermediary) kebutuhan pengguna akan informasi, dengan cara
menyediakan sumber-sumber informasi dalam berbagai bentuknya, dan menyediakan
sarana temu kembali informasi yang sesuai dengan bentuk dari sumber informasi. Penyediaan
OPAC tentunya harus sesuai dengan
kebutuhan serta keinginan pengguna (user
friendly). Hal ini penting mengingat dengan adanya ledakan informasi tidak
serta merta proses temu kembali informasi menjadi efektif dan efisien. Dengan
penyediaan sarana temu kembali (katalog) yang berorientasi pada pengguna inilah
yang nantinya diharapkan meningkatkan proses temu kembali informasi, bukan
terbatas pada informasi yang tersedia di perpustakaan namun juga informasi di
luar perpustakaan.
D.
Perspektif
Pengguna
Kata perspektif mengandung arti sudut pandang; pandangan.[20]
Adapun yang
dimaksud pengguna adalah mereka yang menggunakan katalog perpustakaan. Pengguna
sering diistilahkan dengan pemakai, dan saat ini istilah pengguna dibakukan
menjadi pemustaka dengan lahirnya Undang-undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang
Perpustakaan. Perspektif pengguna dimaksudkan sebagai sudut pandang dari mereka
yang menggunakan katalog perpustakaan, terhadap bentuk katalog.[21]
Studi tentang
pemakai merupakan kajian sistematis terhadap karakteristik dan perilaku pemakai
informasi berkenaan dengan interaksinya dengan system informasi. Sebuah kajian
dinamakan kajian pemakai apabila kajian tersebut merupakan kajian yang tidak
terfokus pada apa yang dikerjakan perpustakaan, tetapi pada apa yang dikerjakan
oleh orang-orang bila mereka membutuhkan informasi. Kajian pemakai adalah
kajian tentang orang yang membutuhkan informasi. Lingkup kajian pemakai bukan
hanya berada di perpustakaan tetapi juga di luar perpustakaan, karena jika
dilihat dari kenyataan yang ada, belum tentu semua orang yang membutuhkan
informasi akan memakai perpustakaan.[22]
Bahkan trend sekarang, perpustakaan bukan saja memikirkan bagaimana agar
pengguna datang ke perpustakaan, namun justru bagaimana agar perpustakaan bisa mendatangi pengguna di mana pun dan kapan pun
pengguna berada.
Masalah utama
dalam temu kembali secara umum adalah menemukan informasi baik dalam bentuk
teks maupun non-teks. Temu kembali informasi tersebut diharapkan dapat
memuaskan pemakai terhadap permasalahan kebutuhan informasi mereka. Interaksi
akan terjadi antara pustakawan dan pemakai untuk menjawab permasalahan pemakai.
Permasalahan-permasalahan pemakai disebut aboutness,
maksudnya untuk menjawab tentang apa dokumen tersebut. Aboutness ada tiga macam, yaitu indexer
aboutness, author aboutness dan user aboutness. Di samping aboutness,
ada dua konsep dasar lain yang penting dalam semua proses temu kembali yaitu representation dan relevance. Konsep-konsep aboutness,
representation, dan relevance ini digunakan dalam teknik-teknik temu
kembali dengan pendekatan tradisional, pendekatan pemakai maupun pendekatan
kognitif.[23]
1.
Pendekatan Tradisional
Temu kembali dengan pendekatan tradisional sebagaimana yang
dikutip oleh Sri Ati dari Ingwersen dalam bukunya Information Retrieval Interaction, London: Taylor Graham, 1992,
telah diakui memiliki teori yang potensial. Teori tersebut antara lain teori
klasifikasi berfaset PMEST (Personality,
Matter, Energy, Space, Time) yang dikemukakan oleh Ranganatan pada Tahun
1952. Teori tersebut telah digunakan sebagai salah satu sarana dasar dalam temu
kembali informasi dengan berdasarkan pengetahuan (knowledge based) atau kognisi.[24]
Konsep PMEST ini berkaitan dengan indexer
aboutness atau proses pengindeksan subyek (subject cataloguing), sedang author
aboutness berkaitan dengan katalogisasi deskriptif (descriptive cataloguing). Hal ini merupakan manfaat yang dapat
diperoleh dalam temu kembali dengan pendekatan tradisional.
Kajian temu kembali dengan pendekatan tradisional tersebut
bertujuan untuk mempelajari teori-teori pengindeksan, teknik-teknik temu
kembali serta mekanisme komponen-komponen system dalam lembaga informasi.
Tekanannya pada hasil temu kembali dengan ketepatan tinggi. Untuk mencapainya
dilakukan usaha dengan membandingkan berbagai teknik dan teori-teori temu
kembali informasi. Temu kembali dengan pendekatan tradisional ini menggunakan
konsep relevance, yaitu berkaitan dengan temuan/recall dan ketepatan/precision dan konsep aboutness, khususnya author aboutness dan indexer aboutness. Adapun konsep user aboutness tidak diperhatikan[25],
dan konsep user aboutness inilah yang
akan menjadi kajian berikutnya.
2. Pendekatan
Berorientasi Pengguna/User Aboutness
Temu kembali yang berorientasi pemakai menitikberatkan
kajiannya pada aspek-aspek perilaku dan psikologi komunikasi yang diinginkan
antara pengarang dan pemakai/pengguna informasi. Kajian berorientasi pemakai
ini bertujuan untuk mengembangkan efektifitas temu kembali dalam kerangka
pemikiran pemakai, kebutuhan informasinya dan proses interaksi temu kembali
informasi.
Sebagaimana sudah disebutkan di atas, bahwa sebagai sarana dalam proses temu kembali informasi,
katalog ini selalu mengalami perubahan, mulai dari yang berbentuk kartu, berkas
(sheaf catalog), katalog buku/cetak,
katalog COM (Computer Output Microform),
katalog OPAC (Online Public Access
Catalog), maupun katalog CD-ROM (Compact
Disk Read Only Memory). Berbagai bentuk katalog ini tentu akan berpengaruh
pada tampilan dan kemudahan penggunaannya.
Sejalan dengan perkembangan teknologi informasi, perpustakaan pada era
tahun1990-an telah menggunakan pendekatan open
system yang mengutamakan user friendly.[26]Berangkat
dari era 1990-an sampai era 2007, penggunaan open system di berbagai
perpustakaan yang mengutamakan user
friendly telah mengalami perkembangan luar biasa. Berbagai upaya
pengembangan dilakukan agar antar muka/interface
pengguna dan komputer saling berinteraksi, sehingga pengguna merasakan adanya
keramahan system komputer kepadanya. Dalam dunia kerja yang melibatkan
teknologi informasi, memperhatikan aspek keramahtamahan kepada pengguna (user friendiness) menjadi keniscayaan. Antar
muka saling berinteraksinya antara pengguna dengan sebuah komputer tersebut
dinamakan user interface yang
berfungsi sebagai sarana dialog antara manusia dengan komputer. Sedangkan ramah
dengan pengguna atau user friendly,
disebut juga user friendliness, merupakan
sifat, digunakan untuk menunjuk kepada kemampuan yang dimiliki oleh perangkat
lunak atau program aplikasi yang mudah dioperasikan, dan mempunyai sejumlah
kemampuan lain sehingga pengguna atau user
merasa betah dalam mengoperasikan program tersebut.[27]
Aspek user friendly pada user interface Sistem Informasi
Perpustakaan perlu diperhatikan. Untuk mendapatkan kelayakan user friendly secara maksimal, maka
salah satu aspek perancangan antar muka system informasi harus terdapat
berbagai ragam dialog. Berbagai ragam dialog yang diterapkan ini memiliki
beberapa karakteristik umum. Dalam setiap ragam dialog tersebut perlu mempunyai
sifat-sifat penting sebagai kriteria utama dalam pengoperasian sistem
informasi. Berbagai sifat ragam dialog itu antara lain: inisiatif, keluwesan,
kompleksitas, kekuatan, beban informasi, konsistensi, umpan balik,
observabilitas, kontrolabilitas, efisiensi, dan keseimbangan.[28]
Dari beberapa kriteria katalog yang user friendly, maka ada tiga poin yang
bisa menjadi indikator katalog itu users-friendly,
yaitu isi katalog, partisipasi pengguna dan personalisasi.
E.
Katalog Masa
Depan Perspektif Pengguna
Sebagaimana
telah dijelaskan di atas, muncullah pertanyaan, bagaimana konsep katalog yang user friendly tersebut terwujud, dalam
format apa katalog masa depan itu seharusnya. Pertanyaan
tersebut bisa dijawab dengan mengajukan beberapa kriteria, antara lain:
1. Format
katalog adalah dalam bentuk OPAC (On-line
Public Access Catalog) baik yang terhubung secara intranet maupun internet,
sehingga bisa digunakan secara berbarengan di mana pun.
2. Memungkinkan
berbagai macam access point/titik
temu dalam penelusurannya, termasuk dengan mengkombinasikan operasi Boolean
Logic, sehingga memungkinkan penelusuran yang sederhana dan advance/mendalam.
3. Deskripsi
bibliografi lengkap, dan dilengkapi abstraknyadan daftar isi buku.
4. Menampilkan
gambaran fisik buku (cover buku).
5. Tersedianya
link ke pangkalan data lain.
6. Memungkinkan
tersedianya Union Catalog (catalog
induk) dari berbagai perpustakaan.
7. Informasi
yang terkandung dalam katalog bisa menjamin kecepatan, ketepatan dan kekinian
informasi yang dicari.
8. Dilengkapi
fasilitas suara (khususnya untuk pengguna yang difabel).
9. Dibuat
dengan aturan yang standard, ada
ketaatasasan dalam pemilihan istilah (khususnya istilah subyek). Pemilihan
istilah yang dijadikan key word bisa
merepresentasikan isi informasinya.
10. Adanya
aturan yang jelas untuk transliterasi
huruf asing (Arab).
Bagi
perpustakaan yang mengkoleksi bahan-bahan perpustakaan dengan aksara/bahasa
Arab, maka perlu ada aturan yang jelas untuk transliterasi (penyalinan dengan penggantian huruf dari abjad yang
satu ke abjad yang lain)[29].
11. Memungkinkan
end-user untuk ikut berpartisapasi,
seperti memberikan komentar terhadap isi sebuah buku yang telah dibacanya. Sebagian perpustakaan juga telah
mulai menerapkan web 2.0 agar fasilitas dan informasi mereka dapat dengan mudah
diketahui oleh para penggunanya. Web 2.0 merupakan pengembangan internet
sebagai media untuk bersosialisasi dengan sesama serta untuk berbagi. Dalam
kaitan dengan perpustakaan, web 2.0 dapat digunakan misalnya untuk lebih
menjelaskan tentang isi katalog. Dengan berbasis web 2.0 maka katalog yang
dulunya hanya berisi informasi serba sedikit tentang sebuah buku, kini
informasinya jauh lebih bermanfaat dari sebelumnya, karena katalog ini
dilengkapi dengan daftar isi buku, review dan lain sebagainya; bahkan orang
yang pernah membaca buku tersebut dapat pula menambahkan informasi tentang buku
tersebut.[30]
F.
Dampak Next Generation Catalog
Next-Generation Catalog dibangun
menggunakan standar terbuka/open
standards, perangkat lunak sumber terbuka/open source software dan isi terbuka/open context dalam upaya untuk meningkatkan interoperabilitas, modularitas
dan memberikan advokasi terhadap sharing
ide yang gratis. Tujuan dari katalog “generasi berikutnya” perpustakaan adalah
untuk menciptakan sebuah sistem yang transparan, memungkinkan pengguna
perpustakaan untuk melakukan pekerjaan mereka dalam pencarian informasi lebih
cepat dan efisien dan akhirnya next-generation
catalog ini bernilai sebagai alat yang berguna untuk mendapatkan pendidikan
dan meningkatkan lingkup pengetahuan.[31]
Next-Generation Catalog yang dibangun
dengan pendekatan user aboutness yang
ramah terhadap pengguna (user friendly)
juga berdampak pada kemudahan dalam menggunakan/mudah dioperasikan, dan
mempunyai sejumlah kemampuan lain sehingga pengguna atau end-user merasa betah dalam mengoperasikan program tersebut, dan
yang pasti pemustaka bisa puas menelusur
dan mendapatkan informasi yang dicarinya.
Bagi
perpustakaan, Next-Generation Catalog
berdampak pada kebutuhan akan uang, waktu, orang-orang dengan ketrampilan
khusus dan perangkat keras untuk melaksanakan. Dalam membangun sebuah next-generation catalog perpustakaan,
maka dibutuhkan beberapa orang dengan keahlian antara lain, sistem
administrator, programmer komputer, desain grafis dan pustakawan subjek
spesialis, dengan keterampilan yang lebih khusus seperti: desain dan
implementasi database relasional, teknik pengindeksan, canggih aplikasi XML dan
XSLT pemrograman, melakukan survey dan melakukan analisa statistik, memfasilitasi
wawancara kelompok fokus dan penelitian yang berguna, menciptakan dan
memelihara kosakata terkendali dan melakukan perawatan terhadap data entry
dengan volume yang besar .[32]
Di samping itu, penyediaan katalog yang user friendly ini bisa meningkatkan
citra perpustakaan, karena perpustakaan tidak saja dinilai dari “apa” yang
dimilikinya, tetapi juga “bagaimana” perpustakaan menyajikan apa-apa
(informasi) yang dimilikinya.
G.
Kesimpulan
Walaupun
perkembangan internet memungkinkan proses temu kembali informasi menjadi lebih
luas, dan cepat (recall yang tinggi),
namun hal itu belum menjamin ketepatan (precission)
yang diperoleh tersebut tinggi. Di sinilah pengguna perpustakaan membutuhkan
suatu sistem katalog yang akan bisa membantu dan mengarahkan mereka untuk
memperoleh informasi yang dicari secara tepat dan tepat. Hal ini tidak bisa
berjalan dengan baik tanpa adanya pengorganisasian informasi, di mana salah
satu kegiatan pengorganisasian adalah proses pengatalogan yang menghasilkan
katalog.
Katalog perpustakaan
lama seperti katalog kartu, walaupun masih mungkin digunakan pada sebagian
perpustakaan, namun saat ini tidak bisa lagi memenuhi kebutuhan pencari
informasi yang menuntut kecepatan dan ketepatan penelusuran.
Perkembangan
teknologi informasi membuka peluang bagi perpustakaan untuk mengembangkan
bentuk dan cakupan katalog. Salah satu bentuk katalog yang dikembangkan adalah
katalog OPAC (Online Public Access
Catalog), yang tidak saja yang terhubung secara intranet, tetapi sudah
berbasis web/internet.
Next-generation catalog bukan lagi
dipahami sebagai katalog per se saja, tidak saja dimaksudkan hanya berupa
daftar apa-apa (bahan perpustakaan) yang dimiliki perpustakaan yang bisa
diakses. Lebih dari itu, next-genaration
catalog adalah daftar hal-hal yang dianggap berguna untuk mencapai tujuan
induk perpustakaan.
Perkembangan next-generation catalog perpustakaan
memungkinkan terciptanya katalog yang user
friendly, yang lebih mengutamakan keinginan, kemudahan dan kepuasan pengguna dalam memanfaatkannya.
Next-generation catalog yang user friendly meningkatkan citra
perpustakaan, karena perpustakaan tidak saja dinilai dari “apa” yang
dimilikinya, tetapi juga “bagaimana” perpustakaan menyajikan apa-apa
(informasi) yang dimilikinya.
DAFTAR PUSTAKA
Belkin, Nicholas
J. dan Vickery A.
1985. “Interaction in Information
Systems: a review of research from document retrieval to knowledge-based system”.
Published in Library and Information
Research Report, No. 35: 11-19.
Gates, Jean Key.
1994.
Guide to the Use of Libraries and
Information Sources, 7th ed. New York: McGraw-Hill, Inc.
Hadi, Sutrisno, 1987. Metodologi Research jilid I. Yogyakarta:
Fak. Psikologi UGM.
Ishak. Pengatalogan Terautomasi Modul I: Masa Depan Pengatalogan Bahan
Perpustakaan, diakses dari ocw.usu.ac.id/.../spi336_slide_modul_i_:_masa_depan_pengatalogan...,
pada tanggal 15 Oktober 2011 jam 20.15 WIB.
Kao, Mary L. 2001, Cataloging and Classification for Library Technicians 2nd ed. Versi
Elektronik. New York: The Haworth Press.
Lois Mai Chan, 1994. Cataloging and Classification: an Introduction,
2nd ed. New York: McGraw-Hill.
Morgan, Eric Lease. Next Generation Library Catalog. Diakses
dari http://infomotions.com/musings/ngc/
pada tanggal 15 Oktober 2011 jam 01.30 WIB.
Qalyubi, Syihabuddin, dkk., 2003. Dasar-Dasar Ilmu Perpustakaan dan Informasi.
Yogyakarta: Jurusan Ilmu Perpustakaan dan Informasi, Fakultas Adab IAIN Sunan
Kalijaga.
Santosa, Isnap. 1997. Interaksi Manusia dan Komputer. Yogyakarta:
Andi Offset.
Suwanto, Sri
Ati. Temu Kembali Informasi dari Sudut
Pandang Pendekatan Berorientasi Pemakai. Makalah Seminar,
(Semarang, Prodi Ilmu Perpustakaan dan Informasi Fakultas Ilmu Budaya dan
Humaniora UNDIP, tt.)
Tim Penyusun
Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet. 2. Jakarta: Balai Pustaka.
Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan
Ward, John. 1995. Principles of Information System Management.
London: Routledge.
[1] Makalah sebagai Tugas Individual Mata Kuliah Organisasi dan Analisis Informasi,
Dosen Pengampu: Anis Masruri, S.Ag., M.Si. Makalah ini telah dipresentasikan di
kelas A pada Tanggal 23 Oktober 2011.
[2] Mahasiswi Program Pasca Sarjana
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Prodi Interdisiplinary Islamic Studies,
Konsentrasi Ilmu Perpustakaan dan Informasi Tahun 2011.
[3] Syihabuddin Qalyubi, dkk. Dasar-Dasar Ilmu Perpustakaan dan Informasi,
(Yogyakarta: Jurusan Ilmu Perpustakaan dan Informasi, Fakultas Adab IAIN Sunan
Kalijaga, 2003), hlm. 125.
[4]
Ibid, hlm. 131.
[5]
Mary L. Kao, Cataloging and Classification for Library
Technicians 2nd ed.
Versi Elektronik. (New York: The
Haworth Press, 2001), hlm. 11.
[6], Mary L. Kao, Cataloging …, hlm. 11-13.
[7] Lois Mai Chan, Cataloging and Classification: an
Introduction, 2nd ed (New York: McGraw-Hill, 1994), hlm. 9.
[8] Ishak. Pengatalogan Terautomasi Modul I: Masa Depan Pengatalogan Bahan
Perpustakaan, diakses dari: ocw.usu.ac.id/.../spi336_slide_modul_i_:_masa_depan_pengatalogan..., pada tanggal 15 Oktober 2011 jam 20.15 WIB, hlm. 7.
[9] Ibid., hlm. 8.
[10] Sutrisno Hadi, Metodologi Research jilid I,
(Yogyakarta: Fak. Psikologi UGM, 1987), hlm. 3
[11] Jean Key Gates. Guide to the Use of Libraries and
Information Sources, 7th ed. (New York: McGraw-Hill, Inc, 1994), hlm.
55.
[12] Mary L. Kao, Cataloging ..., hlm. 10.
[13] Ibid., hlm. 9.
[14] Ibid., hlm. 1.
[15]
Syihabuddin Qalyubi, dkk. Dasar-Dasar Ilmu Perpustakaan…, hlm.
131.
[16]
Mary l. Kao, Cataloging…, hlm. 11.
[17]Nicholas J. Belkin dan Vickery A.
(1985) “Interaction in Information
Systems: a review of research from document retrieval to knowledge-based system”.
Published in Library and Information
Research Report, No. 35: 11-19.
[18] Ishak. Pengatalogan Terautomasi Modul… hlm. 7
[19]
Syihabuddin Qalyubi
dkk, Dasar-Dasar
Ilmu Perpustakaan… hlm. 19.
[20] Tim Penyusun Kamus Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Kamus Besar …, hlm. 675
[21] Lihat Undang-Undang RI Nomor 43
Tahun 2007 tentang Perpustakaan pada Pasal 1, point 9.
[22] Sri Ati Suwanto, Temu
Kembali Informasi dari Sudut Pandang Pendekatan Berorientasi Pemakai. Makalah Seminar, tt., hlm. 1.
[23] Ibid., hlm. 2.
[24] Ibid, hlm. 3.
[25] Ibid, hlm. 4
[26] Syihabuddin Qalyubi dkk, Dasar-Dasar
Ilmu Perpustakaan… hlm. 364.
[27] John Ward, Principles of Information System Management. (London: Routledge,
1995), hlm. 256.
[28]Isnap Santosa, Interaksi Manusia dan
Komputer (Yogyakarta: Andi, 1997), hlm. 26.
[29] Tim Penyusun Kamus Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Kamus Besar …, hlm. 960.
[30] Ida Fajar Priyanto, Tantangan baru dunia kepustakawanan: Menuju
masa depan yang berubah. Makalah
disampaikan dalam Kuliah Perdana Mahasiswa Baru Prodi Ilmu Perpustakaan,
Fakultas Adab, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 29 Agustus
2008.
[31]Eric Lease Morgan, Next
Generation Library Catalog. Diakses dari http://infomotions.com/musings/ngc/ pada tanggal 31 Oktober 2011 jam
23.30 WIB.
[32]
Ibid.
Unsur-unsur yang terdapat dalam sebuah catalog Nama pengarang atau yang dianggap sebagai pengarang Judul buku Judul tambahan Imprint (impressum) untuk menyatakan kota penerbit, penerbit dan tahun terbit;Kolasi untuk menyatakan jumlah halaman keterangan lain dan ukuran buku; Nomor seri bila buku itu mempunyai nomor seri; Anotasi yang merupakan catatan; Tanda buku (call number).
BalasHapusJasa Penulis Artikel SEO harga kardus bekas di pengepul harga jual kardus bekas ke pabrik pabrik daur ulang kardus bekas
Jasa Penulis Artikel SEO jasa percetakan sampul raport K13 percetakan lamongan cetak poster terdekat