Kamis, 08 November 2012

Next Generation Catalog


NEXT GENERATION CATALOG
Perspektif Pengguna[1]
Oleh: Wahyani[2]
A.      Pendahuluan

Perpustakaan merupakan suatu lembaga pelayanan informasi yang kegiatannya antara lain berkaitan dengan pengadaan, pengolahan, penyimpanan, dan pelayanan sumber-sumber informasi. Tujuan dari semua kegiatan ini adalah dalam rangka memenuhi  kebutuhan para pengguna akan sumber-sumber informasi yang dibutuhkan. Dengan kata lain, salah satu fungsi perpustakaan sebagai suatu lembaga pelayanan informasi adalah bertindak sebagai penghubung atau interface antara dua dunia, yaitu masyarakat sebagai kelompok pengguna perpustakaan, dan dunia sumber – sumber  informasi , baik dalam bentuk tercetak maupun dalam bentuk lain. Hal ini mengandung pengertian bahwa setiap bahan pustaka atau informasi yang dibutuhkan oleh pengguna sedapat-dapatnya disediakan oleh perpustakaan. Di samping itu, perpustakaan harus dapat mengarahkan pengguna ke bahan pustaka atau data yang dibutuhkan dalam rangka pemecahan masalah, pengambilan keputusan, atau kelancaran studi.[3]
Perpustakaan seharusnya mampu menjamin bahwa setiap koleksi atau data apapun harus mudah diakses oleh masyarakat yang memerlukannya. Implikasinya ialah bahwa setiap sumber informasi berupa bahan pustaka harus tersedia meskipun tidak semuanya “ada” di perpustakaan bersangkutan. Hal ini mengingat bahwa tidak ada satu perpustakaan pun yang mampu memiliki seluruh jenis koleksi yang ada.
Seiring dengan semakin berharganya nilai sebuah informasi dan semakin banyaknya sumber-sumber informasi, maka semakin meningkat pula kebutuhan manusia untuk dapat menemukan informasi yang sesuai dengan keperluannya dengan cepat dan tepat. Oleh karena itu, sangat diperlukan suatu usaha untuk mengorganisasikan informasi tersebut dalam suatu sistem yang terkendali.
Organisasi informasi merupakan inti dari kegiatan teknis perpustakaan. Kegiatan organisasi ini biasanya mencakup klasifikasi dan juga deskripsi dari suatu dokumen atau entitas lainnya, sedangkan inti dari proses organisasi informasi adalah penerjemahan informasi kedalam suatu istilah-istilah yang dapat mewakili entitas, dan kegiatan-kegiatan ini disebut kegiatan katalogisasi. Katalog perpustakaan --sebagai hasil proses katalogisasi-- merupakan suatu rekaman atau daftar bahan pustaka yang dimiliki oleh suatu perpustakaan atau beberapa perpustakaan yang disusun menurut aturan dan sistem tertentu. Tujuan dari semua kegiatan katalogisasi adalah dalam rangka proses temu kembali informasi. Hal ini  sebagaimana yang dijelaskan oleh Charles Ami Cutter dalam Rules for a Dictionary Catalog bahwa tujuan katalog perpustakaan adalah sebagai berikut:
a.    Memungkinkan seseorang menemukan sebuah buku yang diketahui pengarangnya, judulnya atau subyeknya.
b.    Menunjukkan buku yang dimiliki perpustakaan dari pengarang tertentu, berdasarkan subyek tertentu, atau dalam jenis literature tertentu.
c.    Membantu dalam pemilihan buku berdasarkan edisinya atau berdasarkan karakternya.[4]
d.   Berfungsi sebagai sarana yang sangat diperlukan oleh staf perpustakaan di bagian pengadaan, pengatalogan, kontrol inventarisasi dan pekerjaan-pekerjaan referensi.[5]
Sebagai sarana dalam proses temu kembali informasi, katalog ini selalu mengalami perubahan, mulai dari yang berbentuk kartu, berkas (sheaf catalog), katalog buku/cetak, katalog COM (Computer Output Microform), katalog OPAC (Online Public Access Catalog), maupun katalog CD-ROM (Compact Disk Read Only Memory).[6] Berbagai bentuk katalog ini tentu akan berpengaruh pada tampilan dan kemudahan penggunaannya. Katalog kartu misalnya, --walaupun pada kondisi tertentu masih user friendly—sebenarnya untuk saat ini sudah sangat tidak mendukung untuk proses temu kembali informasi. Ini lebih disebabkan bentuknya yang masih kartu, menyebabkan terbatasnya informasi yang dikandungnya sehingga hanya bisa diakses melalui sedikit pendekatan dan penggunaanya yang tidak bisa berbarengan. Adapun katalog terautomasi membawa perubahan yang fundamental sebab katalog ini memungkinkan proses temu kembali dari berbagai titik temu/pendekatan, dan memungkinkan mengkombinasikan penelusuran melalui operasi Boolean (and, or, dan not).[7] Katalog terautomasi lebih memungkinkan pengguna menggunakannya secara lebih mudah. Perkembangan bentuk katalog ini juga sejalan dengan perkembangan bahan pustaka, yang tadinya hanya bahan pustaka berupa buku/bahan tercetak, kini berbagai bahan pustaka/sumber informasi tersedia dalam berbagai bentuk baik tercetak maupun elektronik.
Pengguna perpustakaan kini semakin familiar dengan pemanfaatan internet untuk melakukan pencarian informasi, dan secara perlahan peranan dan fungsi perpustakaan sebagai penyedia informasi berkompetisi dengan internet. Akan tetapi melimpahnya sumber informasi di internet tidak serta merta menjamin proses temu kembali informasi yang dicari dan dibutuhkan pengguna dapat berjalan efisien dan efektif.. Di sinilah peranan pustakawan sebagai kataloger harus mampu  mendeskripsikan struktur bibliografi dokumen elektronik yang ada, untuk  diatur dan disimpan sehingga dokumen itu tersedia bagi generasi mendatang.
Kebutuhan pengguna jasa perpustakaan pada era ledakan informasi ini menuntut pada kecepatan (speed) , ketepatan (accuracy), dan keterkinian (current) dalam memperoleh data yang mereka inginkan[8]. Dalam pencarian informasi, pengguna mungkin tidak saja hanya menelusur pangkalan data dari satu perpustakaan, namun juga pangkalan data dari perpustakaan lain. Di samping itu pengguna tidak perlu repot-repot untuk selalu datang ke perpustakaan jika ingin menelusur pangkalan data, namun pangkalan data yang disajikan memungkinkan pengguna mengakses dari dan kapanpun. Adapun kebutuhan akan sistem temu kembali informasi ini dipengaruhi oleh beberapa  faktor yaitu:
1.      Perubahan sumber informasi (change in information resources)
2.      Perubahan cakupan dan teknologi katalog (change in catalog technology and scope)
3.      Perubahan lingkungan informasi (change in the information environment)
4.      Perubahan pengguna, aktifitas pengguna dan koleksi perpustakaan (change in users, user activities and library)[9]

Tulisan ini hendak sedikit menganalisa tentang bentuk katalog masa depan, terutama membahas katalog menurut perspektif pengguna. Perspektif pengguna di sini penulis batasi dalam konteks katalog yang user friendly. Tulisan ini berangkat dari pertanyaan, katalog yang seperti apa/yang bagaimana yang user-friendly?
Tulisan ini menggunakan pendekatan/metode deduktif. Pola berpikir yang deduktif adalah pola berfikir yang berangkat dari pengetahuan yang sifatnya umum dan bertitik dari pengetahuan umum itu kita hendak menilai suatu kejadian yang khusus,[10] dengan demikian akan kita peroleh pemahaman yang baik pada subyek yang penulis teliti. Di Namun karena penulis juga seorang pustakawan, maka penulis juga akan sedikit memasukkan teori tentang pengatalogan agar konsep tentang pengatalogan bias dipahami.

B.       Pengertian Katalog dan Proses Temu Kembali Informasi

Jean Key Gates mendefinisikan catalog perpustakaan sebagai berikut:
“A Library catalog, the, is a systematic listing of the books and materials in a library with descriptive information about each one: author, title, edition, publisher, date, physical appearance, subject matter, special features, and location”[11]

Katalog Perpustakaan adalah daftar buku-buku dan bahan perpustakaan yang disusun secara sistematis dengan mendeskripsikan informasi tentang pengarang, judul, edisi, penerbit, tahun, bentuk fisik, isi subyek, ciri-ciri khusus dan lokasi.
Adapun pengertian katalog perpustakaan menurut Mary L. Kao adalah:

A list or a record of all the mate rials in a library. May also include materials from other cooperating libraries that belong to the same network or consortium.”[12]

Katalog adalah daftar atau cantuman dari semua bahan di perpustakaan, termasuk bahan-bahan dari perpustakaan lain yang  masuk jaringan kerjasama atau konsorsium, yang terhubung secara elektronik[13]. Adapun pengatalogan adalah proses mengorganisir bahan perpustakaan dan membuat bahan-bahan perpustakaan bisa diakses oleh pemustaka.[14] Kegiatan dari pengatalogan meliputi: pengatalogan deskriptif, tajuk subyek dan klasifikasi.
Pembuatan katalog perpustakaan sebagaimana dijelaskan oleh Charles Ami Cutter dalam Rules for a Dictionary Catalog mempunyai tujuan untuk:
a.         Memungkinkan seseorang menemukan sebuah buku yang diketahui pengarangnya, judulnya atau subyeknya.
b.         Menunjukkan buku yang dimiliki perpustakaan dari pengarang tertentu, berdasarkan subyek tertentu, atau dalam jenis literature tertentu.
c.         Membantu dalam pemilihan buku berdasarkan edisinya atau berdasarkan karakternya.[15]
d.        Berfungsi sebagai sarana yang sangat diperlukan oleh staf perpustakaan di bagian pengadaan, pengatalogan, kontrol inventarisasi dan pekerjaan-pekerjaan referensi.[16]
Konsep tentang fungsi katalog tersebut sampai saat ini masih relevan  sebagai landasan filosofis dalam konteks temu kembali informasi karena memungkinkan pencari informasi untuk menelusur informasi yang dicarinya melalui beberapa pendekatan, baik pendekatan nama penulis, judul maupun subyek. Ketiga pendekatan ini sesuai untuk katalog dalam bentuk kartu. Akan tetapi dengan perkembangan bentuk atau format katalog sekarang ini, seperti katalog online (OPAC/Online Public Access Catalog), memungkinkan penyediaan access point yang lebih bervariasi, misalnya melalui key word/kata kunci, tahun terbit, nama penerbit, bahasa, nomor klasifikasi dan jenis koleksi. Walaupun katalog OPAC menawarkan berbagai titik temu namun tidak menghilangkan esensi dari fungsi katalog sebagaimana yang dijelaskan oleh Charles Ami Cutter di atas.
Menurut Belkin (1985), titik perhatian atau fokus dalam kajian tentang temu kembali informasi ada lima[17], yaitu:
1.      Perpindahan informasi dalam system komunikasi,
2.      Pemikiran tentang informasi yang diinginkan,
3.      Efektivitas system dan perpindahan informasi,
4.      Hubungan antara informasi dengan penciptanya,
5.      Hubungan antara informasi dengan pemakai.
Tujuannya adalah untuk mempelajari proses temu kembali, membentuk, membangun dan mengevaluasi system temu kembali yang dapat memberikan informasi yang diinginkan secara efektif antara pengarang dan pemakai. Dalam tulisan  ini yang akan menjadi sorotan adalah point nomor 5, yaitu tentang hubungan antara informasi dengan pemakai
C.      Bentuk Katalog
Sebagai sarana dalam proses temu kembali informasi, katalog ini selalu mengalami perubahan, mulai dari yang berbentuk kartu, berkas (sheaf catalog), katalog buku/cetak, katalog COM (Computer Output Microform), katalog OPAC (Online Public Access Catalog), maupun katalog CD-ROM (Compact Disk Read Only Memory). Berbagai bentuk katalog ini tentu akan berpengaruh pada tampilan dan kemudahan penggunaannya. Ada beberapa unsur/faktor yang mempengaruhi kebutuhan sistem temu kembali informasi yaitu[18]:
a.       Perubahan sumber informasi (change in information resources)
b.      Perubahan cakupan dan teknologi katalog (change in catalog technology and scope)
c.       Perubahan lingkungan informasi (change in the information environment)
d.      Perubahan pengguna, aktifitas pengguna dan koleksi perpustakaan (change in users, user activities and library)
a.       Perubahan Sumber Informasi
Media sumber informasi berkembang begitu pesat apalagi setelah ditemukannya kertas dan mesin cetak. Sebelum ditemukannya mesin cetak, media informasi masih berupa daun lontar, papyrus, kulit binatang maupun kulit pohon. Dengan ditemukannya kertas dan mesin cetak, membludaklah penerbitan-penerbitan berbahan kertas baik berupa buku, koran maupun majalah tercetak.
Sejak ditemukannya komputer dan kemudian internet, media atau sumber informasi ini mengalami perubahan yang sangat signifikan. Sumber informasi bukan saja berbentuk tercetak namun sudah berbentuk elektronik. Kehadiran bahan pustaka elektronik menunjukkan prospek perubahan yang radikal dalam sarana (alat) pelayanan perpustakaan. Bahan pustaka elektronik sangat berbeda bentuknya dengan media tradisional. Berbeda dengan bahan kertas, bahan pustaka elektronik memungkinkan ketersediaannya untuk dapat dipakai (diakses) dari jarak jauh, dipakai oleh lebih dari satu orang pada waktu yang bersamaan, dan dipakai untuk lebih dari satu kepentingan.[19]
b.      Perubahan cakupan dan teknologi katalog (change in catalog technology and scope)
Berbicara tentang perubahan cakupan dan teknologi katalog tentu tidak lepas dari membicarakan jenis-jenis katalog. Ada beberapa jenis katalog, yaitu; katalog kartu, berkas (sheaf catalog), katalog buku/cetak, katalog COM (Computer Output Microform), katalog OPAC (Online Public Access Catalog). Apapun bentuknya, katalog tersebut sangat berperan dalam proses temu kembali informasi. Perkembangan dari bentuk  katalog kartu ke katalog online tentu ada perubahan dari segi cakupannya. Katalog dalam bentuk kartu, deskripsi bibliografi yang ditampilkan serta access point-nya masih sederhana, sedang katalog OPAC walaupun secara prinsip deskripsi bibliografi yang dibuat masih sama, namun katalog OPAC memungkinkan access point yang lebih luas, dan juga memungkinkan penggabungan seach engine dengan operasi Boolean logic.
c.       Perubahan lingkungan informasi (change in the information environment)

Dahulu, pengguna perpustakaan, ketika mencari sumber-sumber informasi mungkin hanya terfokus pada satu perpustakaan saja, karena menganggap satu perpustakaan pun sudah dirasa cukup untuk mencari informasi. Berbeda dengan saat ini, baik perpustakaan maupun pengguna/pemustaka tidak merasa cukup dengan mengandalkan hanya dari satu perpustakaan saja karena beragamnya kebutuhan informasi penggunanya. Mulailah muncul kerjasama antar perpustakaan. Sekarang jangkauan pencarian informasi bukan lagi  terbatas pada koleksi dari perpustakaan yang sewilayah, namun jangkauannya sudah sangat global dengan hadirnya internet. Selain itu, kerjasama pertukaran data dapat mengurangi waktu dan biaya untuk mencari bahan pustaka di perpustakaan yang tersebar secara geografis. Kerjasama pertukaran data atau pembentukan Union Catalog (katalog bersama) dapat merintis inter library loan yang pada akhirnya dapat meningkatkan penetrasi dan kualitas ilmu pengetahuan dan budaya di masyarakat. Perubahan lingkungan informasi ini tentunya berdampak pada pembuatan katalog untuk temu kembali informasi, bukan saja katalog  OPAC yang bersifat intranet, namun berkembang menjadi bentuk katalog yang berbasis web (internet) sehingga memungkinkan tersedianya link-link ke database lain.
d.      Perubahan pengguna, aktifitas pengguna dan koleksi perpustakaan (change in users, user activities and library)
Pengguna perpustakaan dari masa ke masa terus mengalami peningkatan dan perubahan. Kebutuhan pengguna akan sumber informasi mengalami peningkatan, dari sumber yang tercetak, multimedia maupun internet. Kebutuhan pengguna akan sumber informasi ini tentunya dibarengi dengan harapan dari pengguna terhadap perpustakaan. Perpustakaan diharapkan mampu menjembatani (intermediary) kebutuhan pengguna akan informasi, dengan cara menyediakan sumber-sumber informasi dalam berbagai bentuknya, dan menyediakan sarana temu kembali informasi yang sesuai dengan bentuk dari sumber informasi. Penyediaan OPAC tentunya harus  sesuai dengan kebutuhan serta keinginan pengguna (user friendly). Hal ini penting mengingat dengan adanya ledakan informasi tidak serta merta proses temu kembali informasi menjadi efektif dan efisien. Dengan penyediaan sarana temu kembali (katalog) yang berorientasi pada pengguna inilah yang nantinya diharapkan meningkatkan proses temu kembali informasi, bukan terbatas pada informasi yang tersedia di perpustakaan namun juga informasi di luar perpustakaan.
D.      Perspektif Pengguna
Kata perspektif  mengandung arti sudut pandang; pandangan.[20]
Adapun yang dimaksud pengguna adalah mereka yang menggunakan katalog perpustakaan. Pengguna sering diistilahkan dengan pemakai, dan saat ini istilah pengguna dibakukan menjadi pemustaka dengan lahirnya Undang-undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan. Perspektif pengguna dimaksudkan sebagai sudut pandang dari mereka yang menggunakan katalog perpustakaan,  terhadap bentuk katalog.[21]
Studi tentang pemakai merupakan kajian sistematis terhadap karakteristik dan perilaku pemakai informasi berkenaan dengan interaksinya dengan system informasi. Sebuah kajian dinamakan kajian pemakai apabila kajian tersebut merupakan kajian yang tidak terfokus pada apa yang dikerjakan perpustakaan, tetapi pada apa yang dikerjakan oleh orang-orang bila mereka membutuhkan informasi. Kajian pemakai adalah kajian tentang orang yang membutuhkan informasi. Lingkup kajian pemakai bukan hanya berada di perpustakaan tetapi juga di luar perpustakaan, karena jika dilihat dari kenyataan yang ada, belum tentu semua orang yang membutuhkan informasi akan memakai perpustakaan.[22] Bahkan trend sekarang, perpustakaan bukan saja memikirkan bagaimana agar pengguna datang ke perpustakaan, namun justru bagaimana agar perpustakaan bisa  mendatangi pengguna di mana pun dan kapan pun pengguna berada.
Masalah utama dalam temu kembali secara umum adalah menemukan informasi baik dalam bentuk teks maupun non-teks. Temu kembali informasi tersebut diharapkan dapat memuaskan pemakai terhadap permasalahan kebutuhan informasi mereka. Interaksi akan terjadi antara pustakawan dan pemakai untuk menjawab permasalahan pemakai. Permasalahan-permasalahan pemakai disebut aboutness, maksudnya untuk menjawab tentang apa dokumen tersebut. Aboutness ada tiga macam, yaitu indexer aboutness, author aboutness dan user aboutness. Di samping aboutness, ada dua konsep dasar lain yang penting dalam semua proses temu kembali yaitu representation dan relevance. Konsep-konsep aboutness, representation, dan relevance ini digunakan dalam teknik-teknik temu kembali dengan pendekatan tradisional, pendekatan pemakai maupun pendekatan kognitif.[23]
1.        Pendekatan Tradisional
Temu kembali dengan pendekatan tradisional sebagaimana yang dikutip oleh Sri Ati dari Ingwersen dalam bukunya Information Retrieval Interaction, London: Taylor Graham, 1992, telah diakui memiliki teori yang potensial. Teori tersebut antara lain teori klasifikasi berfaset PMEST (Personality, Matter, Energy, Space, Time) yang dikemukakan oleh Ranganatan pada Tahun 1952. Teori tersebut telah digunakan sebagai salah satu sarana dasar dalam temu kembali informasi dengan berdasarkan pengetahuan (knowledge based) atau kognisi.[24] Konsep PMEST ini berkaitan dengan indexer aboutness atau proses pengindeksan subyek (subject cataloguing), sedang author aboutness berkaitan dengan katalogisasi deskriptif (descriptive cataloguing). Hal ini merupakan manfaat yang dapat diperoleh dalam temu kembali dengan pendekatan tradisional.
Kajian temu kembali dengan pendekatan tradisional tersebut bertujuan untuk mempelajari teori-teori pengindeksan, teknik-teknik temu kembali serta mekanisme komponen-komponen system dalam lembaga informasi. Tekanannya pada hasil temu kembali dengan ketepatan tinggi. Untuk mencapainya dilakukan usaha dengan membandingkan berbagai teknik dan teori-teori temu kembali informasi. Temu kembali dengan pendekatan tradisional ini menggunakan konsep relevance, yaitu berkaitan dengan temuan/recall dan  ketepatan/precision dan konsep aboutness, khususnya author aboutness dan indexer aboutness. Adapun konsep user aboutness tidak diperhatikan[25], dan konsep user aboutness inilah yang akan menjadi kajian berikutnya.
2.      Pendekatan Berorientasi Pengguna/User Aboutness
Temu kembali yang berorientasi pemakai menitikberatkan kajiannya pada aspek-aspek perilaku dan psikologi komunikasi yang diinginkan antara pengarang dan pemakai/pengguna informasi. Kajian berorientasi pemakai ini bertujuan untuk mengembangkan efektifitas temu kembali dalam kerangka pemikiran pemakai, kebutuhan informasinya dan proses interaksi temu kembali informasi.
Sebagaimana sudah disebutkan di atas, bahwa sebagai  sarana dalam proses temu kembali informasi, katalog ini selalu mengalami perubahan, mulai dari yang berbentuk kartu, berkas (sheaf catalog), katalog buku/cetak, katalog COM (Computer Output Microform), katalog OPAC (Online Public Access Catalog), maupun katalog CD-ROM (Compact Disk Read Only Memory). Berbagai bentuk katalog ini tentu akan berpengaruh pada tampilan dan kemudahan penggunaannya.
Sejalan dengan perkembangan teknologi informasi, perpustakaan pada era tahun1990-an telah menggunakan pendekatan open system yang mengutamakan user friendly.[26]Berangkat dari era 1990-an sampai era 2007, penggunaan open system di berbagai perpustakaan yang mengutamakan user friendly telah mengalami perkembangan luar biasa. Berbagai upaya pengembangan dilakukan agar antar muka/interface pengguna dan komputer saling berinteraksi, sehingga pengguna merasakan adanya keramahan system komputer kepadanya. Dalam dunia kerja yang melibatkan teknologi informasi, memperhatikan aspek keramahtamahan kepada pengguna (user friendiness) menjadi keniscayaan. Antar muka saling berinteraksinya antara pengguna dengan sebuah komputer tersebut dinamakan user interface yang berfungsi sebagai sarana dialog antara manusia dengan komputer. Sedangkan ramah dengan pengguna atau user friendly, disebut juga user friendliness, merupakan sifat, digunakan untuk menunjuk kepada kemampuan yang dimiliki oleh perangkat lunak atau program aplikasi yang mudah dioperasikan, dan mempunyai sejumlah kemampuan lain sehingga pengguna atau user merasa betah dalam mengoperasikan program tersebut.[27]
Aspek user friendly pada user interface Sistem Informasi Perpustakaan perlu diperhatikan. Untuk mendapatkan kelayakan user friendly secara maksimal, maka salah satu aspek perancangan antar muka system informasi harus terdapat berbagai ragam dialog. Berbagai ragam dialog yang diterapkan ini memiliki beberapa karakteristik umum. Dalam setiap ragam dialog tersebut perlu mempunyai sifat-sifat penting sebagai kriteria utama dalam pengoperasian sistem informasi. Berbagai sifat ragam dialog itu antara lain: inisiatif, keluwesan, kompleksitas, kekuatan, beban informasi, konsistensi, umpan balik, observabilitas, kontrolabilitas, efisiensi, dan keseimbangan.[28]
Dari beberapa kriteria katalog yang user friendly, maka ada tiga poin yang bisa menjadi indikator katalog itu users-friendly, yaitu isi katalog, partisipasi pengguna dan personalisasi.

E.       Katalog Masa Depan Perspektif Pengguna
Sebagaimana telah dijelaskan di atas, muncullah pertanyaan, bagaimana konsep katalog yang user friendly tersebut terwujud, dalam format apa katalog masa depan itu seharusnya. Pertanyaan tersebut bisa dijawab dengan mengajukan beberapa kriteria, antara lain:
1.      Format katalog adalah dalam bentuk OPAC (On-line Public Access Catalog) baik yang terhubung secara intranet maupun internet, sehingga bisa digunakan secara berbarengan di mana pun.
2.      Memungkinkan berbagai macam access point/titik temu dalam penelusurannya, termasuk dengan mengkombinasikan operasi Boolean Logic, sehingga memungkinkan penelusuran yang sederhana dan advance/mendalam.
3.      Deskripsi bibliografi lengkap, dan dilengkapi abstraknyadan daftar isi buku.
4.      Menampilkan gambaran fisik buku (cover buku).
5.      Tersedianya link ke pangkalan data lain.
6.      Memungkinkan tersedianya Union Catalog (catalog induk) dari berbagai perpustakaan.
7.      Informasi yang terkandung dalam katalog bisa menjamin kecepatan, ketepatan dan kekinian informasi yang dicari.
8.      Dilengkapi fasilitas suara (khususnya untuk pengguna yang difabel).
9.      Dibuat dengan aturan yang standard,  ada ketaatasasan dalam pemilihan istilah (khususnya istilah subyek). Pemilihan istilah yang dijadikan key word bisa merepresentasikan isi informasinya.
10.  Adanya aturan yang jelas untuk transliterasi huruf asing (Arab).
Bagi perpustakaan yang mengkoleksi bahan-bahan perpustakaan dengan aksara/bahasa Arab, maka perlu ada aturan yang jelas untuk transliterasi (penyalinan dengan penggantian huruf dari abjad yang satu ke abjad yang lain)[29].
11.  Memungkinkan end-user untuk ikut berpartisapasi, seperti memberikan komentar terhadap isi sebuah buku yang telah dibacanya. Sebagian perpustakaan juga telah mulai menerapkan web 2.0 agar fasilitas dan informasi mereka dapat dengan mudah diketahui oleh para penggunanya. Web 2.0 merupakan pengembangan internet sebagai media untuk bersosialisasi dengan sesama serta untuk berbagi. Dalam kaitan dengan perpustakaan, web 2.0 dapat digunakan misalnya untuk lebih menjelaskan tentang isi katalog. Dengan berbasis web 2.0 maka katalog yang dulunya hanya berisi informasi serba sedikit tentang sebuah buku, kini informasinya jauh lebih bermanfaat dari sebelumnya, karena katalog ini dilengkapi dengan daftar isi buku, review dan lain sebagainya; bahkan orang yang pernah membaca buku tersebut dapat pula menambahkan informasi tentang buku tersebut.[30]
F.       Dampak Next Generation Catalog
Next-Generation Catalog dibangun menggunakan standar terbuka/open standards, perangkat lunak sumber terbuka/open source software dan isi terbuka/open context dalam upaya untuk meningkatkan interoperabilitas, modularitas dan memberikan advokasi terhadap sharing ide yang gratis. Tujuan dari katalog “generasi berikutnya” perpustakaan adalah untuk menciptakan sebuah sistem yang transparan, memungkinkan pengguna perpustakaan untuk melakukan pekerjaan mereka dalam pencarian informasi lebih cepat dan efisien dan akhirnya next-generation catalog ini bernilai sebagai alat yang berguna untuk mendapatkan pendidikan dan meningkatkan lingkup pengetahuan.[31]
Next-Generation Catalog yang dibangun dengan pendekatan user aboutness yang ramah terhadap pengguna (user friendly) juga berdampak pada kemudahan dalam menggunakan/mudah dioperasikan, dan mempunyai sejumlah kemampuan lain sehingga pengguna atau end-user merasa betah dalam mengoperasikan program tersebut, dan yang pasti pemustaka bisa  puas menelusur dan mendapatkan informasi yang dicarinya.
Bagi perpustakaan, Next-Generation Catalog berdampak pada kebutuhan akan uang, waktu, orang-orang dengan ketrampilan khusus dan perangkat keras untuk melaksanakan. Dalam membangun sebuah next-generation catalog perpustakaan, maka dibutuhkan beberapa orang dengan keahlian antara lain, sistem administrator, programmer komputer, desain grafis dan pustakawan subjek spesialis, dengan keterampilan yang lebih khusus seperti: desain dan implementasi database relasional, teknik pengindeksan, canggih aplikasi XML dan XSLT pemrograman, melakukan survey dan melakukan analisa statistik, memfasilitasi wawancara kelompok fokus dan penelitian yang berguna, menciptakan dan memelihara kosakata terkendali dan melakukan perawatan terhadap data entry dengan volume yang besar .[32] Di samping itu, penyediaan katalog yang user friendly ini bisa meningkatkan citra perpustakaan, karena perpustakaan tidak saja dinilai dari “apa” yang dimilikinya, tetapi juga “bagaimana” perpustakaan menyajikan apa-apa (informasi) yang dimilikinya.
G.      Kesimpulan
Walaupun perkembangan internet memungkinkan proses temu kembali informasi menjadi lebih luas, dan cepat (recall yang tinggi), namun hal itu belum menjamin ketepatan (precission) yang diperoleh tersebut tinggi. Di sinilah pengguna perpustakaan membutuhkan suatu sistem katalog yang akan bisa membantu dan mengarahkan mereka untuk memperoleh informasi yang dicari secara tepat dan tepat. Hal ini tidak bisa berjalan dengan baik tanpa adanya pengorganisasian informasi, di mana salah satu kegiatan pengorganisasian adalah proses pengatalogan yang menghasilkan katalog.
Katalog perpustakaan lama seperti katalog kartu, walaupun masih mungkin digunakan pada sebagian perpustakaan, namun saat ini tidak bisa lagi memenuhi kebutuhan pencari informasi yang menuntut kecepatan dan ketepatan penelusuran.
Perkembangan teknologi informasi membuka peluang bagi perpustakaan untuk mengembangkan bentuk dan cakupan katalog. Salah satu bentuk katalog yang dikembangkan adalah katalog OPAC (Online Public Access Catalog), yang tidak saja yang terhubung secara intranet, tetapi sudah berbasis web/internet.
Next-generation catalog bukan lagi dipahami sebagai katalog per se saja, tidak saja dimaksudkan hanya berupa daftar apa-apa (bahan perpustakaan) yang dimiliki perpustakaan yang bisa diakses. Lebih dari itu, next-genaration catalog adalah daftar hal-hal yang dianggap berguna untuk mencapai tujuan induk perpustakaan.
Perkembangan next-generation catalog perpustakaan memungkinkan terciptanya katalog yang user friendly, yang lebih mengutamakan keinginan, kemudahan  dan kepuasan pengguna dalam memanfaatkannya.
Next-generation catalog yang user friendly meningkatkan citra perpustakaan, karena perpustakaan tidak saja dinilai dari “apa” yang dimilikinya, tetapi juga “bagaimana” perpustakaan menyajikan apa-apa (informasi) yang dimilikinya.



DAFTAR PUSTAKA
Belkin, Nicholas J. dan Vickery A. 1985. “Interaction in Information Systems: a review of research from document retrieval to knowledge-based system”. Published in Library and Information Research Report, No. 35: 11-19.

Gates, Jean Key. 1994. Guide to the Use of Libraries and Information Sources, 7th ed. New York: McGraw-Hill, Inc.

Hadi, Sutrisno, 1987. Metodologi Research jilid I. Yogyakarta: Fak. Psikologi UGM.
Ishak. Pengatalogan Terautomasi Modul I: Masa Depan Pengatalogan Bahan Perpustakaan, diakses dari ocw.usu.ac.id/.../spi336_slide_modul_i_:_masa_depan_pengatalogan..., pada tanggal 15 Oktober 2011 jam 20.15 WIB.
Kao, Mary L. 2001, Cataloging and Classification for Library Technicians 2nd ed.  Versi  Elektronik. New York: The Haworth Press.
Lois Mai Chan, 1994. Cataloging and Classification: an Introduction, 2nd ed. New York: McGraw-Hill.
Morgan, Eric Lease. Next Generation Library Catalog. Diakses dari http://infomotions.com/musings/ngc/ pada tanggal 15 Oktober 2011 jam 01.30 WIB.
Qalyubi, Syihabuddin, dkk., 2003. Dasar-Dasar Ilmu Perpustakaan dan Informasi. Yogyakarta: Jurusan Ilmu Perpustakaan dan Informasi, Fakultas Adab IAIN Sunan Kalijaga.
Santosa, Isnap. 1997. Interaksi Manusia dan Komputer. Yogyakarta: Andi Offset.

Suwanto, Sri Ati. Temu Kembali Informasi dari Sudut Pandang Pendekatan Berorientasi Pemakai. Makalah Seminar, (Semarang, Prodi Ilmu Perpustakaan dan Informasi Fakultas Ilmu Budaya dan Humaniora UNDIP, tt.)

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet. 2.  Jakarta: Balai Pustaka.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan
Ward, John. 1995. Principles of Information System Management. London: Routledge.



[1] Makalah sebagai Tugas  Individual  Mata Kuliah Organisasi dan Analisis Informasi, Dosen Pengampu: Anis Masruri, S.Ag., M.Si. Makalah ini telah dipresentasikan di kelas A pada Tanggal 23 Oktober 2011.
[2] Mahasiswi Program Pasca Sarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Prodi Interdisiplinary Islamic Studies, Konsentrasi Ilmu Perpustakaan dan Informasi Tahun 2011.
[3] Syihabuddin Qalyubi, dkk. Dasar-Dasar Ilmu Perpustakaan dan Informasi, (Yogyakarta: Jurusan Ilmu Perpustakaan dan Informasi, Fakultas Adab IAIN Sunan Kalijaga, 2003), hlm. 125.
[4] Ibid, hlm. 131.
[5] Mary L. Kao, Cataloging and Classification for Library Technicians 2nd ed.  Versi  Elektronik. (New York: The Haworth Press, 2001), hlm. 11.
[6], Mary L. Kao, Cataloging …,  hlm. 11-13.
[7] Lois Mai Chan, Cataloging and Classification: an Introduction, 2nd ed (New York: McGraw-Hill, 1994), hlm. 9.
[8] Ishak. Pengatalogan Terautomasi Modul I: Masa Depan Pengatalogan Bahan Perpustakaan, diakses dari: ocw.usu.ac.id/.../spi336_slide_modul_i_:_masa_depan_pengatalogan..., pada tanggal 15 Oktober 2011 jam 20.15 WIB, hlm. 7.
[9] Ibid.,  hlm. 8.
[10] Sutrisno Hadi, Metodologi Research jilid I, (Yogyakarta: Fak. Psikologi UGM, 1987), hlm. 3
[11] Jean Key Gates. Guide to the Use of Libraries and Information Sources, 7th ed. (New York: McGraw-Hill, Inc, 1994), hlm. 55.
[12] Mary L. Kao, Cataloging ..., hlm. 10.
[13] Ibid., hlm. 9.
[14] Ibid., hlm. 1.
[15] Syihabuddin Qalyubi, dkk. Dasar-Dasar Ilmu Perpustakaan…, hlm. 131.
[16] Mary l. Kao, Cataloging…, hlm. 11.
[17]Nicholas J. Belkin dan Vickery A. (1985) “Interaction in Information Systems: a review of research from document retrieval to knowledge-based system”. Published in Library and Information Research Report, No. 35: 11-19.
[18] Ishak. Pengatalogan Terautomasi Modul… hlm. 7
[19] Syihabuddin Qalyubi dkk,  Dasar-Dasar Ilmu Perpustakaan… hlm. 19.
[20] Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Kamus Besar …,  hlm. 675
[21] Lihat Undang-Undang RI Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan pada Pasal 1, point  9.
[22] Sri Ati Suwanto, Temu Kembali Informasi dari Sudut Pandang Pendekatan Berorientasi Pemakai. Makalah Seminar, tt., hlm. 1.
[23] Ibid., hlm. 2.
[24] Ibid, hlm. 3.
[25] Ibid, hlm. 4
[26] Syihabuddin Qalyubi dkk,  Dasar-Dasar Ilmu Perpustakaan… hlm. 364.
[27] John Ward,  Principles of Information System Management. (London: Routledge, 1995),  hlm. 256.
[28]Isnap Santosa, Interaksi Manusia dan Komputer (Yogyakarta: Andi, 1997), hlm. 26.
[29] Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Kamus Besar …, hlm. 960.
[30] Ida Fajar Priyanto, Tantangan baru dunia kepustakawanan:  Menuju masa depan yang berubah. Makalah  disampaikan dalam Kuliah Perdana Mahasiswa Baru Prodi Ilmu Perpustakaan, Fakultas Adab, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 29 Agustus 2008.
[31]Eric Lease Morgan, Next Generation Library Catalog. Diakses dari http://infomotions.com/musings/ngc/ pada tanggal 31 Oktober 2011 jam 23.30 WIB.

[32] Ibid.

1 komentar:

  1. Unsur-unsur yang terdapat dalam sebuah catalog Nama pengarang atau yang dianggap sebagai pengarang Judul buku Judul tambahan Imprint (impressum) untuk menyatakan kota penerbit, penerbit dan tahun terbit;Kolasi untuk menyatakan jumlah halaman keterangan lain dan ukuran buku; Nomor seri bila buku itu mempunyai nomor seri; Anotasi yang merupakan catatan; Tanda buku (call number).
    Jasa Penulis Artikel SEO harga kardus bekas di pengepul harga jual kardus bekas ke pabrik pabrik daur ulang kardus bekas
    Jasa Penulis Artikel SEO jasa percetakan sampul raport K13 percetakan lamongan cetak poster terdekat

    BalasHapus